Monday, June 11, 2012

Sosok Pribadi Ibn Qoyyim Al Jauziyah





Kenalilah dirimu!, itulah motto Socrates, seorang filsuf besar Yunani. Ia telah mengundang perhatian manusia untuk memperhatikan dirinya sendiri. Dengan kata lain, segala yang dipermasalahkan manusia dimulai dari manusia itu sendiri sebagai masalah. Dari masa ke masa, masalah yang dihadapi manusia tak jauh berbeda. Gus Dur menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi Soeharto, Soekarno, Hitler, bahkan Aristoteles sekalipun.

Al Qur’an telah menuliskan motto tersebut ratusan tahun lalu, dan prinsip itu melandasi Al Imam Al Jalil Al Hafizh Muhammmad bin Abu Bakar Bin Sa’ad bin Jarir Az-Zar’i, yang lebih populer dengan sebutan Ibn Qoyyim Al Jauziyah, untuk menggali kebenaran Al Qur’an dan mengenal keagungan Rabb-nya. Beliau dilahirkan tanggal 7 Bulan Shafar tahun ke-691 dari hijrahnya Rasul atau bertepatan dengan 1292 Masehi.

Ibn Qoyyim adalah seorang yang haus ilmu. Ia selalu mengkaji berbagai disiplin ilmu. Hari-harinya dihabiskan untuk "melahap" isi puluhan kitab, sehingga sulit dihitung berapa jumlah kitab yang terkumpul di perpustakaan pribadi yang dimilikinya. Karena sifatnya yang kutu buku dan wawasannya yang sangat luas, beliau kerapkali mendapat julukan "Ensiklopedia Hidup".

Guru beliau di antaranya Ibn Maktum, Ani Nashar , Ibn Taimiyah, dan Isa Al Muth’im. Dari sekian banyak guru tersebut, Ibn Taimiyahlah yang paling berpengaruh terhadap jalan pikirannya, sehingga beliau sangat gigih dalam memerangi penyimpangan aqidah Islam. Berkat usahanya, ajaran-ajaran Ibn Taimiyah tersebar luas di penjuru bumi. Tetapi, menyerap ajaran guru bukan berarti harus selalu mengekor dan hilang daya kritis. Beliau sering berbeda pendapat dengan gurunya, terutama bila beliau melihat pendapatnya memiliki dalil yang lebih jelas dan benar.

Aqidah beliau jernih, laksana kain putih yang tak tercampur kotoran sedikitpun. Hal tersebut disebabkan oleh prinsip berpikir dengan sistem fitrah, perasaan sehat, serta pandangan yang benar dan lurus (istiqamah). Sesungguhnya aqidah yang jernih inilah yang menjadikan penyelamat baginya dari bencana yang menimpa para pakar ilmu kalam. Tak sedikit para pakar yang cuci tangan terhadap apa yang telah mereka tulis akibat tidak menerapkan prinsip aqidah yang terhindar dari segala noda dan dosa.

Dia memperlihatkan diri sebagai figur yang memiliki acuan untuk kembali kepada madzhab salaf, bahkan Fazlurrahman menyebutnya sebagai perintis neo sufisme. Sebuah aliran tasawuf yang memiliki ciri utama berupa penekanan terhadap motif moral dan penerapan metode dzikir dan muraqabah atau konsentrasi kerohanian dalam upaya mendekati Tuhan. Gejala ini berupaya menghidupkan kembali doktrin salafi dan menanamkan kembali sikap positif terhadap dunia.


Di antara ciri-ciri aliran salafi yang dikembangkan oleh Ibn Qoyyim, adalah sebagai berikut,
1. Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan.
2. Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama terdahulu.
3. Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf.
4. Kembali kepada Al Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan utama ajaran Islam.

Ibn Qoyyim selalu teguh berpedoman pada kitab suci Al Qur’an dan As-Sunah. Beliau memiliki target mengembalikan syari’at Islam kepada sumber yang jernih, yakni sebagai sumber agama yang lurus, bersih, tidak keruh oleh pendapat ahli bid’ah, dan tidak tercampur oleh pendapat orang-orang yang merusak agama.

Memang, mereka (tokoh salafi) tidak mewarisi umatnya dengan segunung emas ataupun segudang dirham. Namun, mereka meninggalkan hal yang lebih penting dari itu semua, ilmu. Beliau selalu menghindarkan taqlid buta, bahkan menyalahkannya. Prinsipnya adalah berijtihad dan melemparkan taqlid jauh-jauh dari pemikiran umat Islam. Beliau jugalah yang memelopori kemerdekaan berpikir pada saat masyarakat terbelenggu dalam pemikiran dogmatis.

Jalan yang ditempuh Ibn Qoyyim tidaklah mulus. Karena masalah sepele, melarang seseorang pergi berziarah dengan kendaraan, beliau bersama gurunya, Ibn Taimiyah ditangkap, disiksa, dipermalukan dengan dikelilingkan ke seluruh kampung (di atas onta) sembari dicambuki, dan kemudian dijebloskan ke dalam sel yang gelap. Beliau keluar dari penjara setelah gurunya meninggal dunia.

Cobaan tersebut tidak membuat goyah pendiriannya. Tak heran bila ia banyak mendapat pujian dari para ulama. Ibn Hajjar berkata, "Beliau (Ibn Qoyyim) adalah orang yang memiliki keberanian tinggi, ilmunya luas, dan menguasai madzhab ulama salaf."

Imam Asy-Syaukani memberikan komentar, "Ibn Qoyyim adalah figur yang memiliki landasan dalil yang shahih, selalu menegakkan kebenaran, dan tidak mau bertoleransi dengan kebatilan, sikap inilah yang jarang dijumpai."

Ibn Qoyyim Menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah shalat isya, pada malam kamis, 13 rajab tahun 751 Hijriah atau bertepatan dengan 1350 M dalam usia 60 tahun. Umat telah kehilangan salah seorang tokoh salaf terbaik, tetapi pemikiran dan semangat juangnya akan tetap eksis di mata kaum muslimin.

______________________

(Sumber : Majalah Percikan Iman No. 6 Tahun II Desember 2000)

0 Your well comment?:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys